![]() |
Proyek pembangunan gedung lima lantai Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat Senin 7 juli 2025 10.30 Wib |
Padang,Editor—Proyek pembangunan gedung lima lantai Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah isu mencuat, mulai dari dugaan keterlibatan oknum Polda , persoalan teknis konstruksi, hingga dugaan permainan dalam proses pelaksanaan proyek yang dimulai sejak peletakan batu pertama pada 16 Mei 2025 lalu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, proyek ini dikerjakan oleh rekanan yang memiliki hubungan dengan pihak internal Polda Sumbar. Lokasi pembangunan sendiri berada dalam kawasan strategis, tak jauh dari lingkungan aparat kepolisian . Hal ini menimbulkan berbagai spekulasi di tengah masyarakat, termasuk dugaan pengondisian dalam proses kontrak. Senin 7 Juli 2025
Rio, Ketua Pemuda di kawasan lokasi proyek, menyatakan bahwa sejak awal pelaksanaan, ada ketidakterbukaan terhadap masyarakat sekitar. “Kami hanya diminta membuat proposal bongkar muat dan tidak dilibatkan lebih jauh. Padahal kami pemuda setempat yang siap mendukung pembangunan,” ujarnya.
Secara teknis, proyek mengalami beberapa revisi signifikan. Awalnya terdapat 41 titik bor, namun dalam desain yang diperbarui berubah menjadi 72 titik. Pondasi menggunakan sistem sumuran dengan kedalaman 6–8 meter untuk mencapai tanah keras berlapis pasir lepas. Sumuran pendek hanya memiliki besi prategang 0.8 dan terdapat perbedaan kualitas pengerjaan antara hari Minggu dan Senin.
Pekerjaan tambahan seperti pembuatan jalur drainase, pembongkaran pagar kerja, hingga pemasangan kastin belum masuk dalam hitungan bobot proyek. Sementara itu, dokumen adendum pekerjaan masih dalam proses, yang berpotensi menambah nilai kontrak awal.
Tenaga kerja yang dikerahkan terdiri dari 25 pekerja sipil, termasuk 13 tukang besi, 5 tukang kayu, serta vendor pipa yang menurunkan tim teknis 5–6 orang. Sebagian besar material dan tenaga ahli didatangkan dari luar daerah, seperti Jawa
Pihak pelaksana lapangan mengklaim bahwa desain struktur sudah mengikuti standar SR Zone dan metode konstruksi disesuaikan dengan kondisi tanah. Namun, hingga saat ini pengawasan teknis masih dilakukan oleh konsultan biasa, bukan oleh Manajemen Konstruksi (MK) profesional.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Novri, ketika dikonfirmasi belum memberikan keterangan resmi terkait progres pekerjaan dan bobot tambahan yang belum masuk dalam evaluasi.
**Afridon
0 Komentar