Penyelidikan Dihentikan, Polisi Tegaskan Kebutaan Hengki Saputra Akibat Tumor, Bukan Malpraktik Gigi

 

Kanit II Satreskrim Polres Pariaman, Ipda Optah Jhonedi

Pariaman, Editor – Kepolisian Resor (Polres) Pariaman resmi menghentikan penyelidikan terkait kasus dugaan malpraktik yang menyebabkan kebutaan pada Hengki Saputra (32), warga Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Polisi memastikan penyebab utama kebutaan Hengki adalah tumor di kepala, bukan akibat tindakan medis pencabutan gigi yang dilakukan di sebuah klinik gigi di Kota Pariaman pada 2021 lalu.

Hal tersebut disampaikan oleh Kanit II Satreskrim Polres Pariaman, Ipda Optah Jhonedi, dalam keterangannya kepada wartawan pada Kamis 10 juli 2025  Ia menegaskan bahwa penyelidikan telah dilakukan secara menyeluruh dengan mengacu pada bukti-bukti medis yang otentik.

“Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa Hengki pernah menjalani pemeriksaan radiologi dan ditemukan adanya tumor di bagian kepala yang menjadi penyebab kebutaan. Tidak ada hubungan langsung antara tindakan cabut gigi dengan kondisi kebutaan tersebut,” jelas Ipda Optah.

Hasil Medis Jadi Penentu

Penegasan tersebut didasarkan pada hasil radiologi yang dijalani Hengki di Rumah Sakit Awal Bros Sudirman, Pekanbaru, pada tahun 2022. Pemeriksaan lanjutan juga dilakukan di RSUD Dr. M. Djamil Padang pada Desember 2024. Keduanya menunjukkan hasil yang konsisten, yakni adanya tumor otak yang menekan saraf optik.

“Kedua hasil medis tersebut menjadi bukti kuat yang mengarah pada kesimpulan bahwa penyebab utama kebutaan Hengki adalah gangguan neurologis, bukan akibat tindakan medis pencabutan gigi,” tambah Ipda Optah.

Santunan dari Klinik Tidak Menjadi Bukti Malpraktik

Sebelumnya, sempat mencuat dugaan malpraktik setelah pihak keluarga melaporkan bahwa kebutaan Hengki terjadi beberapa waktu setelah ia menjalani prosedur pencabutan gigi di sebuah klinik swasta di Kota Pariaman. Bahkan, pihak klinik sempat memberikan santunan sebesar Rp1 juta kepada Hengki. Namun polisi menegaskan bahwa pemberian santunan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai bukti adanya kesalahan medis.

“Pemberian santunan tersebut adalah bentuk empati atau tanggung jawab sosial, namun tidak menjadi dasar hukum dalam menyimpulkan adanya malpraktik,” tegas Ipda Optah.

Kasus Dinyatakan Selesai

Dengan bukti medis yang kuat dan tidak ditemukannya unsur pidana dalam tindakan medis yang dilakukan, Polres Pariaman memutuskan untuk menghentikan penyelidikan. Kasus tersebut kini dinyatakan selesai dan tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan.

“Karena tidak cukup bukti untuk mendukung dugaan awal, maka perkara ini kami hentikan. Kami berharap keputusan ini bisa diterima dengan lapang dada oleh semua pihak,” tutup Ipda Optah Jhonedi.

Kasus ini sebelumnya sempat menyita perhatian publik di Sumatera Barat, terutama karena menyangkut aspek medis dan hukum. Dengan dihentikannya penyelidikan, polisi berharap tidak ada lagi spekulasi liar yang bisa merugikan pihak-pihak tertentu, khususnya tenaga medis.


** tim


Posting Komentar

0 Komentar