![]() |
Anggota Komisi XIII DPR RI, H. Arisal Aziz |
Jakarta . Editor – Anggota Komisi XIII DPR RI, H. Arisal Aziz, menyuarakan kegelisahan para guru di Sumatera Barat (Sumbar) terkait keterbatasan ruang gerak dalam mendidik siswa akibat kekhawatiran akan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini disampaikannya dalam Rapat Kerja Komisi XIII DPR RI bersama Menteri Hukum dan HAM di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu 16 juli 2025
Menurut politisi Fraksi PAN itu, banyak guru di daerah pemilihannya merasa kehilangan otoritas dalam mendisiplinkan siswa. Kewenangan guru untuk memberikan tindakan tegas terhadap pelanggaran di sekolah dinilai semakin melemah karena takut dianggap melanggar HAM.
“Di konstituen kita di Sumbar, para guru menyampaikan kepada saya, ‘kami mohon pertimbangkan tentang hak asasi manusia kepada guru’,” ujar Arisal dalam rapat.
ia menilai kondisi ini menyebabkan para guru memilih diam saat menghadapi pelanggaran tata tertib oleh siswa. Padahal, menurut Arisal, pendidikan karakter membutuhkan keteladanan dan kedisiplinan, yang harus ditegakkan melalui kewenangan moral guru.
“Guru sekarang ini tidak bisa lagi berbuat atas tindak kelakuan anak-anak didiknya terhadap aturan di sekolah. Guru akhirnya tidak berbuat apa-apa karena dibatasi dengan HAM,” ungkapnya seperti dikutip dari laman resmi DPR RI.
Arisal menyayangkan adanya interpretasi HAM yang terlalu sempit, sehingga ruang pembinaan siswa terganggu. Ia menegaskan bahwa tindakan guru bukan untuk menyakiti, tetapi untuk mendidik.
“Dulu kita mungkin pernah dihukum berdiri karena melanggar aturan. Tapi sekarang, guru tidak bisa melakukan itu, nanti dianggap melanggar HAM,” imbuhnya.
Untuk itu, Arisal mendorong agar Kementerian Hukum dan HAM bersama Kementerian Pendidikan merumuskan pedoman yang jelas terkait batasan dan kewenangan guru dalam mendidik tanpa menabrak prinsip HAM.
“Kami berharap ada keseimbangan antara perlindungan HAM dan efektivitas peran guru,” tegasnya.
Ia juga meminta agar suara para guru di daerah, khususnya Sumatera Barat, menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan nasional terkait HAM dan pendidikan.
“Ini suara dari bawah, dan harus kita dengar bersama,” tutupnya.
Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota dewan juga menyampaikan pandangan serupa, menekankan pentingnya pemahaman HAM yang kontekstual dan tetap memperhatikan realitas pendidikan di lapangan.
**Afridon
0 Komentar