Waspada, Sapi Kurban

BASRIL BASYAR  

IDUL Adha merupakan momen penting dalam kehidupan umat Islam yang ditandai dengan ibadah qurban. Hewan seperti sapi, kambing, dan domba disembelih sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan solidaritas sosial.

Namun, di balik semangat ibadah kurban, masyarakat dan pengurus masjid perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi penyebaran penyakit berbahaya yang dapat ditularkan melalui hewan qurban, khususnya sapi. Setidaknya, masyarakat harus lebih hati-hati dan disarankan memeroleh sapi kurban, dari sumber yang lebih terjamin kesehatannya. 

Menjelang Idul Adha 1446 H yang diperkirakan jatuh pada 6 Juni 2025 jumlah peserta kurban cenderung menurun. Salah satu mesjid di Airtawar, Padang, umpamanya, pada tahun sebelumnya memotong sapi kurban sampai 16 atau 17 ekor. Tahun ini masih bertahan pada sapi ke-11.

Kemungkinan dampak dari kebijakan pemerintah yang memangkas anggaran hingga 50 persen di setiap lembaga. Sehingga membuat pendapatan masyarakat dan juga pegawai atau ASN jadi menurun. Makan bergizi gratis yang diharapkan dapat memutar ekonomi masih belum jalan.

Disebabkan lesunya ekonomi membuat para toke ternak semakin giat dan masif menawarkan ternak atau sapi kurban ke berbagai masjid. Kondisi toke yang demikian perlu mendapat perhatian dan kehati-hatian dari pengurus mesjid yang nota bene sekaligus panitia qurban. Harus dapat dipastikan kondisi sapi yang ditawarkan.

Masyarakat diingatkan agar tetap waspada dan hati-hati ketika membeli hewan kurban. Jangan sampai hewan kurban yang dibeli ternyata terpapar penyakit kuku dan mulut (PMK).\

Jenis sapi yang biasa digunakan berkurban di antaranya  sapi brahman, sapi ongole, sapi bali, sapi madura dan sapi pesisir. Namun di tempat tertentu ada juga sapi limosin, sapi simmental yang berat bisa melebihi satu ton.

Menurut data Dinas Peternakan Sumbar, kebutuhan sapi kurban untuk Idul Adha 2025 di Sumbar diperkirakan mencapai 43.000 ekor. Sekitar 30 persen di antaranya didatangkan dari luar provinsi seperti Lampung, Sumatera Utara, Riau, dan Bengkulu.

Artinya, 12.900 ekor sapi akan masuk dari luar yang notabene tidak tahu bagaimana sesungguhnya kondisi sapi tersebut sebelumnya. Apalagi tidak dilakukan karantina. Potensi berjangkitnya penyakit hewan cukup besar. Dan ini sangat berbahaya kalau nanti dikonsumsi masyarakat.

Jumlah sapi yang tersedia di beberapa daerah seperti Padangpariaman 42.600 ekor pada 2024, Agam mencapai 57.578 ekor, dengan sapi potong jantan sebanyak 10.668 ekor. Sementara Pariaman. menurun menjadi 2.608 ekor pada 2024.

Pesisir Selatan memiliki populasi sapi potong yang cukup besar, 54.807 ekor. Solok dan Sijunjung juga memiliki populasi sapi potong yang signifikan, masing-masing 14.783 ekor dan 12.573 ekor. Pasaman Barat mencatat populasi sapi potong 21.253 ekor, Kota Payakumbuh 5.023 ekor, Limapuluh Kota 45.909 ekor, dan Dharmasraya 44.559 ekor.

Terhadap sapi kurban harus dilakukan pemeriksaan. Apabila ada dari daerah pandemi terkena PMK, diminta memberikan warning atau larangan untuk tidak membeli sapi tersebut. Diketahui, ciri-ciri ternak terkena PMK di antaranya, ternak demam tinggi, keluar air liur yang berlebihan atau hipersalivasi. Pelepuhan dibagian gusi, lidah dan mulut ternak yang terlihat seperti sariawan. Kuku kaki terlihat nodul dan terluka, ternak mengalami kepincangan kaki karena kuku terkelupas.

Ternak mudah ambruk dan mengalami gemetaran atau tremor, kehilangan nafsu makan, tidak dapat bergerak dengan leluasa, terlihat kesakitan saat berjalan. Badan yang semakin kurus dan pada kuku kaki terlihat luka sayatan.

Beberapa penyakit zoonosis (penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia) patut diwaspadai. Di antaranya, anthrax. Penyakit bakteri yang sangat berbahaya. Dapat menular melalui kontak langsung dengan darah atau daging hewan yang terinfeksi.

Kemudian, brucellosis. Ditularkan melalui cairan tubuh hewan dan bisa menyebabkan demam berkepanjangan pada manusia. Lalu, tuberkulosis bovina (TB sapi). Bisa menular lewat konsumsi daging yang tidak dimasak sempurna.

Ada juga, lumpy skin disease (LSD). Meskipun belum terbukti menular ke manusia, penyakit ini sangat menular antar sapi dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi serta kerusakan kualitas daging.

Guna menjaga keamanan sapi kurban, pihak mesjid harus bekerja sama dengan Dinas Peternakan atau puskeswan untuk memeriksa kesehatan hewan kurban, sebelum pembelian dan menjelang penyembelihan. Perlu juga ditentukan lokasi pemotongan yang memenuhi syarat kebersihan, serta memastikan proses penyembelihan dan penanganan daging dilakukan secara higienis.

Pihak terkait, juga perlu menginformasikan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit hewan dan pentingnya memilih hewan qurban yang sehat dan bersertifikat bebas penyakit. Bagi masyarakat juga perlu ikut berperan aktif dalam mencegah penyebaran penyakit.

Memilih hewan kurban yang sehat hendaknya harus aktif bertanya kepada penjual terkait asal-usul hewan dan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). Salah satu hal yang penting adalah tidak dibenarkan memotong sapi betina produktif sesuai Undang-Undang No. 41 Tahun 2014. Sanksinya berat, Denda maksimal Rp. 100 juta atau pidana penjara maksimal 1 tahun

Memasak daging dengan sempurna untuk membunuh patogen yang mungkin masih tertinggal sangat diperlukan. Pengurus mesjid memiliki peran penting dalam memastikan keamanan dan kelayakan hewan qurban. Kewaspadaan bersama antara pengurus mesjid dan masyarakat sangat penting untuk menjaga kesehatan dan keberkahan ibadah qurban.

Dengan pemilihan hewan kurban yang tepat, pelaksanaan penyembelihan yang higienis, dan edukasi yang baik, potensi penyebaran penyakit berbahaya dapat dicegah. Ibadah kurban pun akan terlaksana dengan aman, sehat, dan sesuai syariat.

 **

Posting Komentar

0 Komentar