![]() |
Oleh: Afridon, Jurnalis Senior
Pekanbaru.Editor - Aroma kopi di lobi hotel mewah di jantung Kota Pekanbaru tak mampu menutupi geliat praktik gelap yang terselubung dalam layar ponsel.
Aplikasi kencan Mitcat kini menjadi wajah baru dari prostitusi terselubung yang beroperasi senyap di balik pintu-pintu kamar hotel berbintang. Dalam investigasi tim Beritaeditorial.com, ditemukan pola baru yang semakin marak: eksploitasi tubuh perempuan muda dalam balutan teknologi dan eufemisme pertemanan.
“Kami menemukan indikasi kuat bahwa Mitcat bukan sekadar aplikasi kencan. Ia telah menjadi pasar gelap yang menawarkan tubuh manusia, lengkap dengan tarif, durasi, dan lokasi transaksi yang terang-terangan,” ujar Afridon, jurnalis senior yang memimpin pemantauan lapangan.
Modus Virtual, Transaksi Digital
Tak butuh waktu lama bagi jurnalis kami untuk 'menyamar' dan mengakses layanan ini. Dengan membuat akun dan memasukkan kata kunci tertentu, permintaan akan 'teman kencan' langsung bermunculan. Profil-profil perempuan muda terpampang dengan bahasa-bahasa halus yang menggoda—"open trip", "short time", "staycation", hingga "teman ngobrol eksklusif".
“Negosiasi dilakukan di ruang chat, pembayaran via transfer digital, dan lokasi bertemu nyaris selalu di hotel—kebanyakan di kamar yang disewa si pemesan,” tegas Afridon.
Hotel Berbintang Jadi Lokasi Favorit
Dari hasil pemantauan di beberapa hotel di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Soekarno-Hatta, dan Arifin Ahmad, ditemukan pola yang mencolok: hotel kelas menengah ke atas menjadi lokasi pilihan. Tidak hanya karena keamanan dan kenyamanan, tapi juga karena pengelola hotel tampaknya menutup mata.
“Petugas hotel kami konfirmasi tidak pernah mengecek latar belakang tamu yang datang bergandengan dengan perempuan muda yang berbeda-beda setiap hari. Situasi ini jadi celah besar,” pintanya kepada aparat dan pengelola hotel untuk lebih aktif melakukan pengawasan.
Dampak Sosial dan Risiko Hukum
Aktivitas ini tidak hanya mencoreng nama hotel dan menciptakan iklim moral yang rapuh di masyarakat, tapi juga membuka potensi pelanggaran hukum yang serius. Meski praktik prostitusi diatur dalam KUHP dan peraturan daerah, sayangnya penegak hukum dinilai masih belum sigap menindak pelaku, terlebih jika menggunakan dalih aplikasi dan tidak dilakukan di ruang publik.
“Ini prostitusi bergaya digital. Teknologi tak seharusnya membungkus kejahatan. Aparat harus hadir, bukan hanya untuk razia, tapi juga penguatan regulasi digital,” tegas Afridon.
Mitcat mungkin hanya satu dari sekian aplikasi yang disalahgunakan. Tapi temuan ini membuktikan bahwa ruang digital tak lagi steril dari praktik eksploitasi. Pekanbaru, yang tengah membangun citra sebagai kota metropolitan modern, harus segera bergerak. Tak cukup hanya membangun hotel dan mal—kesadaran moral dan pengawasan sosial juga harus ditingkatkan.
“
0 Komentar