Embung Kayu Tanduk Dibersihkan, Tapi Lumpur Ditumpuk Lagi: Warga Tanah Datar Bertanya-Tanya

harapan itu seketika diiringi tanda tanya besar: kenapa sedimen hasil kerukan tidak diangkut keluar, tapi justru ditumpuk kembali di sekitar embung ? Sabtu 31  Mai 2025


Tanah  Datar,Editor- Harapan masyarakat Nagari Aia Angek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, untuk melihat Embung Kayu Tanduk bersih dan berfungsi maksimal kembali menyala. Satu unit excavator amphibi telah beroperasi sejak lebih dari sepuluh hari lalu, mengeruk lumpur, tanah, dan tanaman liar yang menutupi permukaan embung. Namun, harapan itu seketika diiringi tanda tanya besar: kenapa sedimen hasil kerukan tidak diangkut keluar, tapi justru ditumpuk kembali di sekitar embung?

Kegiatan pembersihan ini dilaksanakan oleh Satuan Kerja Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air (Satker OP-SDA) Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSSV) Padang, dengan dana Rp180 juta dari Kementerian PUPR. Namun, dari pantauan langsung media pada Kamis (29/5/2025), pekerjaan justru memunculkan pertanyaan publik.

Sedimen Kembali ke Air Saat Hujan

“Ini pekerjaan mubazir,” ujar Sutan Jamaris, warga setempat, sambil menunjuk tumpukan lumpur di pinggir embung. “Kalau hujan deras, lumpur itu pasti balik lagi ke embung. Beberapa bulan ke depan, tanaman liar tumbuh lagi. Kita cuma lihat pembersihan ini sekali setahun.”

Dulu, kata Sutan, warga bergotong-royong menjaga embung tetap bersih. Tapi semangat itu memudar seiring waktu. Kini, masyarakat hanya bisa menyaksikan pekerjaan dengan anggaran besar, tapi hasilnya belum tentu tahan lama.

Operator: Hanya Menjalankan Perintah

Kristian Sitorus, operator excavator, menjelaskan bahwa alat berat telah bekerja lebih dari 10 hari. “Tiga hari sempat rusak karena rantai lepas,” katanya. Soal sedimen, ia mengaku hanya menjalankan instruksi. “Memang disuruh ditumpuk di pinggir embung, ya saya ikuti saja.”

Untuk BBM, hingga  Minggu 31 Mai 2025, Kristian mencatat sudah terpakai hampir 800 liter solar. Padahal, dalam rincian anggaran disebutkan penggunaan solar bisa mencapai 2.000 liter, termasuk untuk pekerjaan lain seperti pemasangan lampu tenaga surya—yang belum tampak di lokasi.

Kepala Jorong Usul Pengelolaan oleh Warga

Adam, Kepala Jorong Kayu Tanduk, menyambut baik kegiatan ini. Namun ia menekankan perlunya ada petugas lokal untuk menjaga kebersihan embung secara berkala. Ia bahkan menyebutkan bahwa masyarakat berniat menjadikan embung ini sebagai objek wisata berbasis masyarakat.

“Kami sudah bicara dengan tokoh masyarakat dan menyampaikan ke BWSSV Padang. Mereka sambut baik rencana itu. Kalau ini dikelola warga, bisa juga bantu UMKM lokal,” jelas Adam.

Embung Kayu Tanduk sendiri berperan penting dalam mengairi lahan pertanian di lima nagari. Bila tak dirawat serius, fungsi vital embung ini bisa lumpuh.

Jawaban Kabur dari Pihak Satker

Saat dikonfirmasi, Kepala Satker OP-SDA BWSSV Padang, Midian Wahyu Tukuboya, ST. MT, mengaku belum menerima penjelasan dari lapangan. “Masih proses pelaksanaan, saya belum dapat laporan detil soal metode di lapangan,” tulisnya lewat WhatsApp.

Midian merinci bahwa anggaran Rp180 juta mencakup pembersihan gulma, BBM ± 2.000 liter, upah operator, mobilisasi alat, dan pemasangan lampu solar. Tapi faktanya, di lokasi hanya terlihat operator dan satu unit alat berat, tanpa aktivitas lain yang disebutkan.

Jejak Lama Kasus Hukum Masih Membayangi

Yang membuat masyarakat semakin waspada adalah rekam jejak Satker ini. Beberapa tahun lalu, Satker OP SDA BWSSV Padang pernah terseret ke ranah hukum karena dugaan puluhan SPK fiktif dan ketidaksesuaian pekerjaan. Saat itu, Kepala BWSSV, Kasatker, PPK, hingga bendahara dipanggil kejaksaan.

Kini, masyarakat berharap agar proyek pembersihan embung tidak sekadar formalitas. Dana besar yang dikeluarkan seharusnya berbanding lurus dengan manfaat nyata di lapangan.


** Afridon,

Posting Komentar

0 Komentar