Embung Kayu Tanduk

 

Datanglah alat, menggali harapan,
Excavator amphibi Sabtu 31 Mai 2025 

Di lereng bukit Aia Angek nan tenang,
Embung berdiri, warisan alam terbilang. Namun sedimen, lumpur dan enceng liar,Menghimpit wajah embung, nyaris tak berpendar.

Datanglah alat, menggali harapan,
Excavator amphibi, menari di genangan.Lumpur diangkat, namun tak dibawa jauh,Hanya ditumpuk di tepi, menanti hujan mengguguh.

Anggaran mengalir, ratusan juta rupiah,Namun hasilnya bagaikan bayang di air jernih.Tumpukan lumpur kembali ke dasar,Embung pun muram, tak kunjung segar.

"Ini pekerjaan mubazir," ujar warga bersuara,"Dulu kami bergotong royong dengan sukarela.
Kini pembersihan setahun sekali,
Tumbuhan liar kembali menari-nari."

Petugas menjawab, “Saya hanya jalankan perintah,”Tak tahu soal solar, tak tahu soal hitungan jumlah.
Operator pun bicara, "Kami hanya bekerja,Tentang metode dan hasil, tanya pada mereka di atas sana."

Adam sang Jorong pun ikut bicara,
Ingin embung jadi wisata nan ceria.
Menampung air untuk lima nagari,
Harusnya dijaga, dibersih tiap hari.

Wahai pejabat dan pemangku kuasa,
Dengar jerit alam dan suara warga desa.Embung bukan sekadar proyek angka,Tapi nadi kehidupan sawah dan asa.

Jika tak sungguh menjaga yang diwariskan,Apa arti program dan anggaran yang dihabiskan?
Tanah Datar menanti bukti kerja nyata,Bukan hanya lumpur yang berpindah tempat saja.


** Afridon,

Posting Komentar

0 Komentar