![]() |
Pasaman Barat.Editor – Aktivitas penambangan emas ilegal di aliran Sungai Batang Pasaman, tepatnya di kawasan Rimbo Janduang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, terus menggila. Puluhan ekskavator tampak bebas keluar masuk hutan lindung tanpa hambatan, seolah tak tersentuh hukum.
Pantauan di lapangan pada Minggu sore (2/11/2025) memperlihatkan betapa masif dan terorganisirnya kegiatan tambang liar ini. Deru mesin ekskavator menggema di sepanjang aliran sungai, meninggalkan lahan rusak dan kebun warga hancur akibat dilalui alat berat.
“Mereka makin berani, karena sudah bayar uang keamanan. Ada juga yang setor ke pemilik tanah dan ninik mamak, jadi tak ada yang berani ganggu,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Lingkungan Rusak, Sungai Terkubur Lumpur
Dampak dari tambang ilegal ini sudah tampak nyata. Sungai mengalami sedimentasi berat, hutan lindung terkikis, dan lubang-lubang besar menganga di mana-mana—menjadi “warisan maut” bagi generasi mendatang. Ekosistem rusak, satwa liar terusir, dan sumber air bersih mulai tercemar lumpur.
Ironisnya, meski aktivitas ini sudah berlangsung berbulan-bulan, belum ada langkah tegas dari aparat penegak hukum maupun dinas terkait. Seakan ada pembiaran yang disengaja.
Uang Mengalir, Hukum Menghilang
Warga menuding ada praktik “main mata” di balik lancarnya operasi tambang emas ilegal tersebut. Sebagian kecil warga memang dipekerjakan atau menerima imbalan, tapi keuntungan besar justru mengalir ke kantong cukong dari luar daerah.
Kondisi ini dikhawatirkan memicu ketimpangan sosial dan konflik horizontal di tengah masyarakat. Sebab, selain merusak lingkungan, aktivitas tambang ilegal juga tidak memberikan kontribusi apa pun bagi daerah maupun negara.
Padahal, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara jelas menyebutkan: kegiatan tambang tanpa izin resmi adalah tindak pidana, dengan ancaman penjara hingga 5 tahun dan denda mencapai Rp100 miliar.
Tambang Liar Menjamur di Pasbar
Selain di Rimbo Janduang, aktivitas serupa juga marak di Kecamatan Talamau, Gunung Tuleh, Koto Balingka, dan Ranah Batahan. Ratusan hektar lahan kini berubah menjadi kolam lumpur besar, bekas galian emas ilegal yang tak direklamasi.
Seruan dan protes warga terus disuarakan, namun hingga kini tak kunjung digubris. Aparat seolah kehilangan keberanian, sementara pemerintah daerah memilih diam.
Masyarakat pun mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Pusat untuk segera turun tangan, melakukan investigasi menyeluruh dan menertibkan tambang ilegal yang kian merajalela di Kabupaten Pasaman Barat.
“Kalau dibiarkan terus, Pasaman Barat bukan lagi lumbung alam, tapi kuburan lingkungan,” pungkas salah satu tokoh masyarakat setempat.
**Surya


0 Komentar