![]() |
Kantor Dinas lingkungan.Hidup |
Padang, Editor – PT SPS yang direncanakan akan beroperasi di kawasan hutan Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, hingga kini belum memulai aktivitasnya. Hal ini disebabkan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) perusahaan tersebut masih dalam proses pengurusan dan belum lengkap.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Barat, Tasilatul Fuaddi.S.Hut.MH
Fuaddi menegaskan bahwa selama izin Amdal belum rampung, PT SPS belum diperbolehkan beroperasi. “Sampai hari ini, perusahaan belum melakukan aktivitas apapun di lapangan. Proses perizinannya masih berjalan dan belum tuntas,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa 24 Juni 2025
Penegasan ini disampaikan menanggapi isu penolakan dari masyarakat yang ramai diberitakan di media. Fuaddi menjelaskan bahwa penolakan tersebut bukan berasal dari masyarakat hukum adat, melainkan dari koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari LSM dan Forum Mahasiswa Mentawai (Forma). Penolakan terhadap izin PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) itu sendiri sudah pernah diajukan sejak 2017.
“Proses pengajuan izin PBPH PT SPS dilakukan melalui sistem OSS ke BKPM, dan sudah mendapat persetujuan prinsip dengan luasan sekitar 20 ribu hektare,” jelasnya. Sebagai bagian dari kewajiban, perusahaan harus menyusun dokumen Amdal yang kini sedang dalam pembahasan di Komisi Amdal Daerah.
Menurutnya, dokumen Amdal itu juga sudah melalui penilaian awal oleh kementerian terkait, termasuk penyusunan kerangka acuan dan pertek (persetujuan teknis) mengenai emisi serta limbah. Namun, pada Januari 2025, Menteri LHK menugaskan penilaian Amdal ke tingkat provinsi. DLH Sumbar pun menggelar pembahasan teknis dengan melibatkan perwakilan masyarakat Sipora, seperti kepala desa dan tokoh ulayat.
“Sekarang masih tahap pengkajian Amdal. Kami menampung berbagai masukan dalam rapat komisi yang melibatkan unsur masyarakat. Belum ada keputusan final,” terang Fuad.
DLH Sumbar juga sedang menelaah lebih lanjut dugaan keterkaitan antara rencana pembukaan lahan dengan bencana banjir yang terjadi di Sipora pada 9-10 Juni lalu. Hal ini termasuk mengoordinasikan informasi dengan Kementerian Kehutanan dan KKP, mengingat kawasan tersebut merupakan pulau kecil yang harus diperlakukan dengan hati-hati dan berbasis kelestarian lingkungan.
“Status kawasan hutan produksi sepenuhnya menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan. Mereka yang berwenang memberi atau menolak izin,” tambahnya.
Menanggapi beredarnya foto-foto aktivitas penebangan kayu yang dikaitkan dengan PT SPS, Fuaddi menegaskan bahwa itu tidak benar. “Itu bukan milik PT SPS. Mereka belum melakukan aktivitas di lapangan. Foto-foto itu tidak jelas sumbernya,” katanya.
Seorang sumber di Dinas Kehutanan Sumbar yang enggan disebutkan namanya juga membenarkan bahwa izin kehutanan dikeluarkan oleh Kementerian di Jakarta. “Kami hanya memantau di tingkat provinsi, sementara izin Amdal sedang berproses di DLH,” sebutnya.
Proses perizinan Amdal ini, lanjut Fuaddi , baru tahap awal dari serangkaian tahapan panjang. Setelah Amdal disetujui, masih ada penetapan working area, pembayaran IHPH (Iuran Hak Pengusahaan Hutan), hingga terbitnya izin akhir dari kementerian.
“Prosesnya masih jauh. Tidak benar jika disebut PT SPS sudah beroperasi. Masih banyak syarat yang harus dipenuhi sebelum izin dikeluarkan,” pungkasnya.
** Afridon
0 Komentar