![]() |
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Barat, Tasliatul Fuaddi, S.Hut., M.H., |
Padang,Editor– PT Sumatera Power Sejahtera (SPS) belum bisa memulai aktivitas operasional di kawasan hutan seluas 20 ribu hektare di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Hal ini disebabkan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang masih dalam proses dan belum disahkan oleh kementerian terkait.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Barat, Tasliatul Fuaddi, S.Hut., M.H., menegaskan bahwa perusahaan tersebut belum mendapatkan lampu hijau untuk memulai kegiatan. "Selagi izin Amdal belum selesai, PT SPS belum boleh beroperasi," tegas Fuaddi saat dikonfirmasi Beritaeditoriak.com Selasa 24 Juni 2025
Menurut Fuaddi, saat ini dokumen Amdal PT SPS masih dalam tahap pembahasan oleh Komisi Amdal Daerah. Dalam proses tersebut, DLH Sumbar juga telah melibatkan perwakilan masyarakat, tokoh adat, dan kepala desa di Pulau Sipora untuk memberikan masukan terhadap rencana perusahaan.
Fuaddi menyebutkan, pembahasan ini merupakan hasil pelimpahan kewenangan dari Kementerian Lingkungan Hidup kepada DLH Provinsi sejak Januari 2025. “Kami diminta untuk melakukan telaah dan pembahasan dokumen Amdal, termasuk menilai potensi dampak terhadap lingkungan dan masyarakat,” ujarnya.
Penolakan terhadap rencana operasi PT SPS datang dari sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk LSM dan Forum Mahasiswa Mentawai (Forma). Mereka menilai keberadaan perusahaan akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan kelestarian hutan Pulau Sipora, apalagi pascabanjir yang terjadi pada 9–10 Juni lalu.
DLH Sumbar mengakui menerima aspirasi tersebut dan saat ini sedang mendalami informasi yang masuk. “Kami belum mengambil keputusan apa pun, karena semua masih dalam proses pengkajian dan koordinasi lintas kementerian,” jelas Fuaddi.
Ia juga menjelaskan bahwa HPH atau PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) untuk PT SPS sebenarnya telah berproses sejak 2017, dimulai dari rekomendasi Gubernur hingga disetujui oleh Kementerian Kehutanan melalui sistem OSS. Namun, untuk izin resmi, perusahaan masih harus memenuhi serangkaian syarat, mulai dari penetapan koordinat, penyusunan dokumen Amdal, hingga pembayaran IHPH (Iuran Hak Pengusahaan Hutan).
“Kalau Amdalnya tidak disetujui, perusahaan tidak bisa lanjut. Kalau disetujui, kami akan memberikan rekomendasi ke kementerian, dan keputusan akhir tetap di tangan menteri,” tegasnya.
Terkait beredarnya foto-foto aktivitas penebangan kayu yang dikaitkan dengan PT SPS di media sosial, Fuaddi membantah hal tersebut. “Kami sudah turun ke lapangan. Tidak ada aktivitas apa-apa dari PT SPS. Foto-foto yang beredar bukan milik mereka,” katanya.
Ia menyebut kemungkinan foto tersebut berasal dari kegiatan pemanfaatan hutan hak (PHT) yang legal dan tidak terkait dengan PT SPS. Untuk hal ini, Dinas Kehutanan lebih memiliki wewenang.
Dengan demikian, hingga hari ini, PT SPS masih dalam tahap pengurusan dan belum mengantongi izin untuk memulai kegiatan apapun di Pulau Sipora
**Afridon
0 Komentar