Pembersihan Embung Kayu Tanduk Dipertanyakan, Sedimen Tak Dibuang Keluar Lokasi

 

Proyek pembersihan Embung Kayu Tanduk di Nagari Aia Angek, Kabupaten Tanah Datar, yang dibiayai anggaran negara sebesar Rp180 juta, menuai sorotan

Tanah Datar,  Editor — Proyek pembersihan Embung Kayu Tanduk di Nagari Aia Angek, Kabupaten Tanah Datar, yang dibiayai anggaran negara sebesar Rp180 juta, menuai sorotan. Sedimen lumpur dan tumbuhan air hasil kerukan tidak dibuang keluar lokasi, melainkan hanya ditumpuk di pinggir embung. Hal ini memicu pertanyaan warga dan dianggap sebagai pekerjaan yang tidak efektif.

Pantauan di lapangan menunjukkan, satu unit excavator amphibi bekerja mengeruk sedimen dan tanaman liar seperti enceng gondok, namun hasil kerukan hanya digeser ke sisi embung. Saat hujan turun, lumpur berisiko kembali masuk ke dalam embung, mengurangi efektivitas pembersihan yang hanya dilakukan sekali dalam setahun. Minggu 31 Mai 2o25

“Ini pekerjaan mubazir. Kalau hanya ditumpuk di pinggir, nanti juga masuk lagi ke embung saat hujan. Beberapa bulan ke depan pasti kembali tertutup tanaman liar,” kata Sutan Jamaris, warga setempat.

Operator alat berat Kristian Sitorus membenarkan bahwa instruksi kerja hanya menyuruh menumpuk sedimen di dalam area embung. “Saya hanya menjalankan perintah,” ujarnya. Ia juga menyebutkan bahwa hingga kini telah digunakan sekitar 800 liter BBM solar.

Kepala Jorong Kayu Tanduk, Adam, menyambut baik kegiatan pembersihan, namun menekankan perlunya petugas tetap untuk menjaga kebersihan embung dan memanfaatkan potensi wisata. “Kami ingin embung ini jadi objek wisata dan sudah kami sampaikan ke pihak BWSSV Padang,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Satker Operasi dan Pemeliharaan SDA BWSSV Padang, Midian Wahyu Tukuboya, mengaku belum mendapat penjelasan teknis dari lapangan terkait metode pembersihan yang diterapkan. “Saya belum dapat laporan dari teman-teman di lapangan, masih proses pelaksanaan,” tulisnya melalui pesan WhatsApp.

Ia juga menjelaskan bahwa anggaran Rp180 juta itu mencakup pembersihan gulma, BBM sekitar 2.000 liter, upah operator, mobilisasi alat, serta pemasangan lampu solar sel. Namun di lapangan, hanya terlihat operator dan driver tanpa pekerja tambahan atau lampu solar yang disebutkan.

Sebelumnya, Satker OP SDA BWSSV Padang pernah disorot terkait dugaan puluhan SPK fiktif dan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, hingga kasusnya masuk ke ranah hukum. Apakah proyek ini akan berujung serupa? Media akan terus mengikuti perkembangannya.


** Afridon,

Posting Komentar

0 Komentar