![]() |
Suasana santai tampak di Kafe Esa, kawasan GOR H. Agus Salim, Kota Padang, Rabu malam, 8 Oktober 2025. |
Padang, Editor—Suasana santai tampak di Kafe Esa, kawasan GOR H. Agus Salim, Kota Padang, Rabu malam, 8 Oktober 2025. Dua meja diisi para jurnalis seperti Jeje, Mike, Dede, Devit, Danil, dan Khairul. Mereka larut dalam permainan koa, permainan kartu tradisional khas Minangkabau yang kini kembali digemari di tengah gempuran hiburan digital.
Bagi mereka, koa bukan sekadar permainan, tetapi wadah untuk melepas penat dan mempererat silaturahmi setelah seharian meliput berita.
“Main koa bikin kepala segar lagi. Kadang dari obrolan santai ini, ide berita baru justru muncul,” ujar Dedek, salah satu jurnalis yang ikut bermain.
Sorak tawa dan canda berbaur di antara putaran kartu. Tak ada senioritas atau sekat profesi semua setara di meja koa. Suasana makin hidup dengan kehadiran Mila, pelayan cantik asal Mentawai, serta Eva, sang pemilik kafe yang ramah. Putaran kipas angin dan kopi hangat menambah kenyamanan malam itu.
“Nilai kebersamaan di sini tinggi. Hubungan sesama jurnalis jadi makin solid,” tambah Khairul, yang malam itu ikut merasakan hangatnya suasana.
Di sisi lain, penonton fanatik seperti Yandra, Andi Uwo, Aan, dan Afridon turut memberi semangat di pinggir meja, menambah riuh dan keceriaan.
Permainan koa yang menggunakan kartu remi ini telah menjadi bagian dari budaya sosial Minang sejak puluhan tahun lalu. Dulu dimainkan di warung kopi atau saat alek nagari, kini tradisi itu kembali hidup di kafe-kafe modern seperti Kafe Esa.
Selain hiburan, koa juga melatih strategi, fokus, dan kemampuan membaca situasi — tak jauh berbeda dengan naluri jurnalis saat berburu berita.
“Yang menang bukan yang dapat kartu bagus, tapi yang sabar dan jeli membaca lawan,” ujar Devit sambil tersenyum.
Di tengah derasnya arus digital, permainan koa tetap relevan. Di tangan para jurnalis, koa bukan sekadar permainan lama — tetapi ruang kebersamaan, tempat ide tumbuh, dan semangat Minang tetap terjaga.
** Afridon
0 Komentar