Jakarta.Editor – Dunia pers akhir-akhir ini sedang diuji oleh kehadiran “penumpang gelap” dari berbagai kalangan. Mulai dari oknum PPPK, pawang hutan, dosen bersertifikat, hingga wartawan profesional yang justru menyalahgunakan sertifikat mereka untuk menyikat uang rakyat. Situasi ini mengancam integritas dan kredibilitas media sebagai pilar keempat demokrasi.
Fenomena oknum wartawan yang memburu dana proyek pokok pikiran (pokir) anggota dewan secara tidak etis sudah lama diamati. Pemantau Pers Erry Iskandar menyebut, dua tahun terakhir menjadi puncak kegaduhan akibat persaingan sengit antar oknum yang terlibat.
“Kemarin oknum tersebut sempat ngendap lama, tak muncul di warung kopi idola aparatur dan juru tutur kata,” ujar Erry Iskandar. “Tapi kemarin dia muncul lagi dan bawa istri, entah gara-gara berita lobi pokir bawa istri,” sindirnya.
Dalam wawancara 7 Agustus 2025, Erry menegaskan, “Kasak-kusuk memperebutkan ‘jatah’ pokir menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat. Ini merusak citra media dan menurunkan kepercayaan publik terhadap wartawan profesional.”
Sumber anonim yang ditemui pada 6 Agustus 2025 menambahkan, modusnya beragam, mulai dari tekanan halus ke pejabat hingga jasa lobi agar mendapat bagian pokir. “Semua dilakukan secara tertutup, sulit dilacak, dan menjadi rahasia umum di kalangan tertentu,” ujarnya.
Praktik ini berpotensi menghancurkan peran media sebagai pengawas pemerintahan dan penjaga transparansi anggaran publik. Ketika wartawan terlibat dalam perebutan dana pokir, independensi dan objektivitas mereka dipertanyakan.
Sayangnya, hingga kini belum ada tindakan nyata dari organisasi pers maupun Dewan Pers untuk menindak pelaku. Padahal, penegakan kode etik dan sanksi tegas sangat diperlukan demi memulihkan kepercayaan masyarakat.
Erry Iskandar menegaskan, “Dewan Pers harus segera bertindak. Dunia jurnalistik hanya bisa kembali bersih dan dipercaya jika praktik semacam ini dihentikan.”
Isu ini pun telah menjadi sorotan pengamat tata kelola pemerintahan. Mengingat pokir merupakan dana publik yang harus dikelola secara transparan dan akuntabel, keterlibatan oknum wartawan dalam praktik kotor ini bisa memperparah korupsi dan penyalahgunaan anggaran.
Dengan tekanan dari publik dan kalangan penggiat media, diharapkan Dewan Pers segera mengambil langkah nyata. Dunia pers butuh pembersihan agar profesi wartawan kembali bermartabat dan berperan optimal sebagai kontrol sosial. (AW)
0 Komentar