Penambangan Ilegal di Padang Pariaman: Polda Sumbar Tegas, Polres Mandek?

 

Polda Sumbar nanti.Perkembangi di Kabari

Padang Pariaman, Editor – Di tengah gencarnya Polda Sumatera Barat membongkar praktik Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), muncul catatan kelam dari jajaran bawahannya. Sejak Januari hingga Juni 2025, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumbar telah menindak 16 kasus tambang ilegal dengan 42 tersangka dan 8 alat berat sebagai barang bukti.

“Semua ini adalah atensi langsung dari Kapolda Sumbar Irjen Pol Gatot Tri Suryanta,” tegas Dirreskrimsus Kombes Pol Andry Kurniawan, Selasa 15 Juli.2025 Penindakan dilakukan untuk menekan kerusakan lingkungan yang semakin masif di wilayah Sumbar.

Namun, saat ditanya apakah kasus PETI di Padang Pariaman termasuk dalam daftar tersebut, Andry menjawab lugas, “Tidak.”

Padahal, publik masih ingat kasus tambang ilegal di kawasan Tong Blau, Nagari Kasai, Kecamatan Batang Anai, yang mencuat sejak Maret 2025. Saat itu, Polres Padang Pariaman menyita tiga ekskavator dan lima dump truck dari lokasi tambang yang beroperasi tanpa izin. Sayangnya, seluruh barang bukti dikembalikan kepada pemilik hanya sebulan kemudian dengan dalih “pinjam pakai”, meski proses penyidikan belum rampung dan belum ada satu pun tersangka ditetapkan.

Kondisi ini menimbulkan ironi tajam. Di satu sisi, Polda Sumbar menunjukkan ketegasan, menetapkan puluhan tersangka dan menyita alat berat. Di sisi lain, Polres Padang Pariaman terkesan gamang, mengembalikan barang bukti dan tanpa kejelasan hukum.

Kapolres Padang Pariaman AKBP Ahmad Faisol Amir saat dikonfirmasi Sabtu 5 Juli 2025 hanya menjawab, “Perkembangan nanti saya update ya pak.” Terkait tersangka, ia menyebut masih “dalam pencarian”, namun enggan memperlihatkan surat DPO.

Menanggapi hal itu, Kombes Pol Andry menuturkan, “Proses penyidikan 16 kasus di Polda Sumbar berjalan lancar karena ada saksi, barang bukti, dan tersangkanya. Mungkin berbeda dengan yang di Polres Padang Pariaman. Tapi itu tidak berarti penyidikannya dihentikan.”

Pernyataan ini justru memperkuat kesan adanya dua standar hukum dalam satu tubuh kepolisian yang sama. Padahal, masyarakat berharap hukum berlaku tanpa pandang bulu, apalagi untuk kasus yang jelas-jelas merugikan negara dan mengancam lingkungan.

Jika dibiarkan, bukan tak mungkin penegakan hukum yang mandul ini akan menjadi preseden buruk. Bukan hanya bagi citra Polri, tetapi juga bagi masa depan lingkungan dan supremasi hukum di Sumatera Barat



**tim




Posting Komentar

0 Komentar