Distribusi BBM Subsidi di Kalbar Disorot, Pengamat: Ada Kebocoran Sistemik dan Lemahnya Pengawasan

 

Ilustasi  Distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi 


 Pontianak , Editor Distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Kalimantan Barat kembali menjadi sorotan publik. Antrean panjang kendaraan berat di berbagai SPBU, terutama truk pengangkut barang dan hasil bumi, menjadi pemandangan yang tak kunjung hilang. Di balik antrean tersebut, muncul dugaan kuat adanya penyimpangan dalam penyaluran BBM subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan sektor strategis seperti pertanian serta perikanan.

Dr. Herman Hofi Munawar, pengamat hukum dan kebijakan publik Kalbar, menyebut kondisi ini sebagai kegagalan struktural akibat lemahnya pengawasan sistemik oleh Pertamina selaku pelaksana utama program subsidi energi.

“BBM subsidi adalah fasilitas negara untuk kelompok rentan. Tapi dalam praktiknya, terjadi kebocoran yang sistemik. Ini bukan hanya salah SPBU atau pelaku lapangan. Ini soal lemahnya pengawasan dari hulu ke hilir,” ujarnya saat diwawancarai, Rabu  11 Juni 2025 

Pertamina Niaga Regional Kalimantan, sebagai pihak yang memegang kendali distribusi BBM subsidi di wilayah Kalbar, dituding gagal menjalankan mandatnya. Menurut Herman, praktik penimbunan, penjualan ke sektor industri, hingga manipulasi kuota sudah menjadi rahasia umum, namun tak kunjung ditindak secara hukum.

“Anehnya, tak pernah terdengar ada proses hukum yang benar-benar menyentuh aktor-aktor di balik penyimpangan ini,” katanya.

Padahal, sambung Herman, Pertamina telah memiliki berbagai instrumen pengawasan seperti sistem digital MyPertamina, QR Code, hingga kerja sama kontraktual dengan SPBU. Namun ia menilai instrumen tersebut belum efektif memastikan distribusi tepat sasaran.

SPBU sebagai lembaga penyalur juga kerap disebut sebagai titik rawan kebocoran. Dugaan kerja sama antara SPBU dengan pelaku industri atau tambang untuk menyalurkan BBM subsidi secara ilegal terus mencuat, namun tanpa tindak lanjut nyata.

“Kalau BBM subsidi bisa sampai ke sektor industri, berarti pengawasan sangat longgar atau bahkan ada pembiaran,” tegasnya.

Dr. Herman menekankan bahwa tindakan seperti penimbunan dan penyimpangan penyaluran BBM bersubsidi merupakan pelanggaran hukum serius, sebagaimana diatur dalam Perpres No. 191 Tahun 2014, UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, serta UU Cipta Kerja 2020. Namun hingga kini, belum terlihat adanya sanksi konkret terhadap pelaku maupun pengelola lembaga penyalur.

Ia mendesak dilakukannya audit independen terhadap sistem distribusi BBM subsidi di Kalbar, termasuk audit terhadap kontrak dan sistem pengawasan internal SPBU.

“Jika Pertamina serius menjaga mandat publiknya, mereka harus membuka data, menjelaskan langkah yang sudah diambil, dan tidak hanya mengandalkan teknologi sebagai tameng,” katanya.

Dr. Herman juga mengingatkan pentingnya BBM subsidi bagi masyarakat kecil, khususnya di daerah pedalaman Kalbar, yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan perikanan. Menurutnya, penyalahgunaan BBM subsidi bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap keadilan sosial.

“Ketika rakyat kecil harus antre, sementara oknum menikmati subsidi, maka negara seharusnya tidak tinggal diam,” pungkasnya.


** Tim 

Posting Komentar

0 Komentar