![]() |
Pariaman.Editor- Di balik hiruk-pikuk liputan bencana di Sumatera Barat, ada kisah hangat yang jarang terlihat kisah dua saudara kandung, Saril dan Afridon, yang terpisah selama sebulan karena tugas jurnalistik, lalu dipertemukan kembali secara tak terduga di sebuah ruang kecil penuh cerita Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Pariaman.
Terpisah Liputan, Dipertemukan Pengabdian
Sebulan terakhir, Saril dan Afridon seperti berlari di dua lintasan berbeda namun dengan tujuan sama: menghadirkan berita terbaik bagi kepentingan publik.
Saril di Padang Pariaman, menyusuri banjir dan longsor di nagari-nagari terpencil, menghadapi jalan yang putus dan akses terhambat. Sementara Afridon bertahan di Padang, menembus hujan deras di kawasan Lubuk Minturun, jembatan Gunung Nago
Lambung Bukit mengabarkan tragedi warga hanyut dan kondisi kritis di titik-titik rawan. Lonsor
Keduanya melebur dalam ritme liputan yang menuntut keberanian, stamina, dan keteguhan hati. Namun, tanpa disadari, kesibukan itu membuat mereka tak sempat bertemu—bahkan sekadar untuk bertukar canda sebagai saudara.
Jumat Siang yang Tak Direncanakan
Hingga akhirnya, Jumat, 12 Desember 2025, takdir mempertemukan keduanya. Di Kantor PWI Kota Pariaman, di bawah kipas angin yang berputar pelan, Saril dan Afridon bertatap muka setelah sebulan penuh.
Pertemuan itu disaksikan Imran Effendi, sesama jurnalis Padangtivi yang melihat langsung bagaimana dua orang abang-adik Sudah merasa kakak-Adik kandung—yang sehari-hari mungkin hanya tampak sebagai rekan kerja—menunjukkan kehangatan yang tulus.
Tawa mereka pecah, memecah dinginnya ruangan. Cerita lapangan mengalir, kadang serius, kadang diselingi gurauan khas kakak-adik yang hanya dimengerti mereka sendiri.
Makan Bersama, Rasa yang Menyatukan
Siang itu menjadi lebih lengkap ketika mereka makan bersama. Menu sederhana, tapi justru itulah yang membuat suasananya begitu membekas: ikan asin lado hijau yang pedasnya menari di lidah, ditutup kerupuk jangek yang renyah memecah sunyi.
Dalam suapan demi suapan, terselip rasa syukur—bukan sekadar karena bisa makan bersama, tetapi karena masih diberi kesempatan bertemu, berbagi cerita, dan merasakan kembali bahwa mereka bukan hanya jurnalis… mereka adalah saudara.
Kebersamaan yang Meneguhkan
Di dunia jurnalistik yang keras dan seringkali penuh tekanan, pertemuan seperti ini adalah jeda yang penting. Kebersamaan Saril dan Afridon hari itu menjadi pengingat bahwa di balik tugas besar sebagai “mata dan suara masyarakat,” ada hati yang saling menguatkan.
Mereka bangkit dari meja makan hari itu dengan semangat baru. Liputan kembali menanti. Bencana belum usai. Tetapi kebersamaan sebagai saudara—baik kandung maupun sesama jurnalis—menjadi energi yang tak ternilai.
Dalam riuhnya bencana, ada cerita kecil yang hangat: dua saudara yang menemukan kembali rumah mereka, bukan di bawah satu atap, tetapi dalam satu profesi, satu perjuangan, dan satu rasa saling menjaga
**Afridon


0 Komentar