Lhokseumawe Panas: Pembongkar Anggaran Pokir Diburu Oknum Bertopeng Pers

 


Lhokseumawe .Editor– Kota Lhokseumawe mendidih. Bau busuk pokir yang selama ini disembunyikan akhirnya menyeruak ke permukaan. Ironisnya, mereka yang berani membongkar justru kini jadi incaran. Pemburu itu bukan wartawan sejati, melainkan oknum bertopeng pers—para pemain lama yang ikut menghisap keuntungan dari proyek gelap anggaran daerah.

Informasi yang dihimpun, Jumat (29/8/2025), menggambarkan pola kotor yang terus berulang. Oknum pers bersekongkol dengan sebagian anggota dewan untuk mengatur aliran pokok pikiran (pokir). Namun, begitu anggaran tersendat, mereka tak segan menagih kembali panjar yang sudah diterima dari legislator.

Seorang wartawan lokal, sebut saja Edid (nama samaran), buka suara. Ia menuturkan, sebagian dewan sebenarnya muak, tapi tak berdaya menolak permainan yang sudah mengakar.

“Kalau diminta duit, ya kami kasih,” keluh seorang anggota dewan yang dikutip Edid. Skandal ini bahkan disebut sudah masuk ke telinga Wali Kota.

Menurut Edid, permainan kotor tidak berhenti di pokir. Pos iklan pemerintahan pun jadi bancakan.

“Kalau ada uang panjar, gampang diplotkan. Panjar Rp20 juta bisa disulap jadi Rp100 juta di anggaran. Tapi kalau tak ada modal, jangan harap dapat,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti membeludaknya wartawan abal-abal di Lhokseumawe.

“Sekitar 800 orang mengaku wartawan, padahal sebagian besar cuma modal kartu pers. Kerjanya bukan menulis berita, tapi memburu pokir,” ujarnya.

Pemantau Pers dan Pemerhati Anggaran, Ery Iskandar, mengecam keras fenomena ini. Menurutnya, profesi wartawan dipermainkan oleh segelintir oknum yang menjadikan pers sebagai kedok.

“Kalau publikasi siluman dan permainan pokir ini dibiarkan, jangan salahkan publik kalau kepercayaan pada pers hancur. Aparat harus bergerak cepat, jangan biarkan pers jadi tameng proyek kotor,” tegasnya.

Ery memperingatkan, jika praktik busuk ini tak segera diberangus, pers di Lhokseumawe akan kehilangan marwahnya.

“Kalau tidak dibersihkan sekarang, pers bukan lagi pilar demokrasi, tapi bagian dari lingkaran korupsi. Yang rugi bukan cuma pers, tapi seluruh rakyat,” ujarnya. (AW/AS)

Posting Komentar

0 Komentar