Kompak Tolak Rumah Khusus Jurnalis, AJI-IJTI-PFI: Ancam Independensi Pers!

 

Rencana pemerintah meluncurkan program subsidi rumah khusus untuk jurnalis justru menuai gelombang penolakan dari tiga organisasi profesi jurnalis: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Sabtu 19 April 2025 


Jakarta, Editor  – Rencana pemerintah meluncurkan program subsidi rumah khusus untuk jurnalis justru menuai gelombang penolakan dari tiga organisasi profesi jurnalis: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI). Ketiganya menilai program ini berpotensi menggerus independensi pers dan menimbulkan konflik kepentingan.

Program yang akan dimulai 6 Mei 2025 itu merupakan kerja sama antara Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), BPS, Tapera, dan BTN dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Meski terbuka bagi warga negara yang memenuhi syarat, jurnalis disebut akan mendapat jalur khusus.

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, membantah program ini sebagai bentuk kooptasi. Ia menyebutnya murni bentuk apresiasi atas kerja jurnalistik.

“Program ini murni apresiasi, bukan alat politik,” ujar Meutya.

Namun, Ketua Umum AJI, Nany Afrida, menegaskan program ini berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap independensi jurnalis. Ia menyarankan agar jurnalis tetap mengakses program perumahan melalui jalur umum.

“Jika jurnalis mendapatkan rumah dari Komdigi, tidak bisa dielakkan kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi,” kata Nany.

Ketua PFI, Reno Esnir, juga menolak pendekatan berbasis profesi. Menurutnya, subsidi seharusnya diberikan atas dasar kebutuhan ekonomi, bukan status pekerjaan.

“Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi, tapi untuk warga yang benar-benar membutuhkan,” tegas Reno.

Sementara Ketua IJTI, Herik Kurniawan, menyampaikan bahwa perhatian pemerintah lebih tepat diarahkan pada regulasi untuk membangun ekosistem media yang sehat dan menjamin hak-hak dasar jurnalis.

“Terima kasih atas perhatian, tapi sebaiknya bantu lewat regulasi, bukan jalur khusus perumahan,” ujar Herik.

Ketiga organisasi itu juga sepakat menolak keterlibatan Dewan Pers dalam program ini, karena dianggap keluar dari mandat utamanya.

“Tidak perlu ada campur tangan Dewan Pers. Fokusnya menjaga kemerdekaan pers, bukan mengurus kredit rumah,” tambah Herik.

Lebih jauh, mereka menyoroti akar persoalan kesejahteraan jurnalis: upah minimum, status kerja, dan perlindungan saat liputan.

“Jika upah jurnalis layak, kredit rumah bukan masalah,” tutur Nany.

“Jurnalis, termasuk fotografer, butuh jaminan kebebasan dan keamanan. Itu yang seharusnya jadi prioritas,” tutup Reno.


** 

Posting Komentar

0 Komentar